Al
BAI’ ( JUAL-BELI )
Makalah
ini ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Fiqih
Muamalah”
Disusun
oleh :
Imam Dardiri (2106090)
Wiwik
puspitasari (210609055)
Dosen
Pengampu :
Amin Wahyudi, M.Ei
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM PONOROGO
(STAIN)
PONOROGO
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk social. Yang mana tidak
luput membutuhkan bantuan manusia lain. Oleh karena itu antara manusia yang
satu dengan yang lain salingmembutuhkan. Interaksi antar manusia menimbulkan
berbgai macam hubungan yang telah lama berlaku dalam hidup manusai. Bahkan
hubungan ini tidak bisa lepas dari kehidupan kita sekarang.
Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah Swt
sebagai agama yang membawa rahmat kepada seluruh alam juga sangat menyoroti
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jual beli. Dalam islam jual beli juga
dibahas secara mendetail karena pada
hakekatnya Islam bukan hanya agama yang mementingkan aspek ibadah saja
melainkan juga sangat menekankan aspek sosial (muamalah). Dalam makalah ini
kami akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan jual beli dalam Islam. Dimulai dari
pengertian jual beli itu sendiri baik secara bahasa maupun secara istilah.
Kemudian dipaparkan tentang rukun dan hubungan syarat sahnya jual beli.
Pembahaan selanjutnya mengulas tentang macam-macam jual beli baik yang dilarang maupun yang diperbolehkan. Tidak ketinggalan
pula kami membahas masalah khiyar dalam jual beli dan hal-hal lain yang masih
terkait dengan masalah jual beli. Berikut pembahasan makalah kami.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Jual-Beli
Jual-Beli (albaingu) artinya menjual,
mengganti dan menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lain).Kata al-baingu dalam
bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata:
as-siraau (beli). Dengan demikian kata : al-baingu berarti kata “jual” dan
sekaligus juga berarti kata “beli”.
Sedangkan
secera istilah jual-beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau
barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah dibenarkan Syara’ dan disepakati. Sesuai dengan
ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan-persyaratan,
rukun-rukun,dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual-beli sehingga
bila syarat –syarat dan rukunnya tidak
terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak Syara’.
Benda
dapat mencakup pengertian barang dengan uang, sedangkan sifat benda tersebut
harus dapat dinilai, yakni benda-benda
yang berharga dan dapat dibenarkan penggunanya menurut Syara’. Benda itu
adakalanya tetap (tidak dapat dipindahkan), ada yang dapat dibagi-bagi, ada
kalanya tidak dapat dibagi-bagi, ada harta yang ada perumpamaannya (mitsli) dan
tak ada yang menyerupainya (qimi) dan yang lain-lainnya. penggunaan harta
tersebut diperbolehkan sepanjang tidak dilarang Syara’.Benda-benda seperti
alkohol, babi, dan barang terlarang lainnya haram diperjual belikan sehingga
jual-beli tersebut dipandang batal dan jika dijadikan harga penukar, maka
jual-beli tersebut dianggap fasid.
Jual-beli
menurut Ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual-beli yang bersifat umum dan
jual-beli yang bersifat khusus.
Jual-beli
dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah
pihak. Tukar menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas
sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat ialah
bahwa benda yang ditukarkan adalah zat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek
penjualan, jadi bukan mafaatnya atau bukan hasilnya.
Jual-beli
dalam arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan
bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan mas dan
bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika(tidak
ditamgguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada dihadapan si pembeli
maupun tidak barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui
terlebih dahulu.
B.
Hukum
Jual Beli
Para
Ulama fiqih mengambil suatu kesimpulan, bahwa jual beli itu hukumnya mubah
(boleh). Namun menurur Imam asy-Syatibi(ahli fiqih Mazhab Imam Maliki, hukumnya
bisa berubah menjadi wajib dalam situasi tertentu. Sebagai contoh Bila suatu
waktu terjadi ihtiar, yaitu penimbunan barang, sehingga persediaan(stok) hilang
dari pasar dan harga menjolak naik. Apabila terjadi praktek semacam itu, maka
pemerintah boleh memaksa para pedagang menjual barang-barang sesuai dengan
harga pasar sebelum terjadi pelonjakan harga barang itu. Para pedagang wajib
memenuhi ketentuan pemerintah didalam
menentukan harga dipasaran.
C.
Rukun
dan Syarat Jual-Beli
Agar perjanjian/akad jual-beli yang
dibuat oleh para pihak mempunyai daya ikat, maka perjanjian tersebut harus
memenuhi syarat dan rukunnya.
Menurut Jumhur Ulama rukun jual- beli
itu ada empat :
1. Orang
yang berakad (penjual dan pembeli)
2. Sighat
(lafal ijab dan Kabul)
3. Ada
barang yang dibeli
4. Ada
nilai tukar pengganti barang
Menurut
Jumhur Ulama, bahwa syarat jual-beli sesuai dengan rukun jual-beli yang
disebutkan di atas adalah sebagai berikut.
a.
Syarat orang yang berakad
Ulama
fiqih sepakat, bahwa orang yang melakukan akad jual-beli harus memenuhi syarat.
Ø Berakal.
Bahwa yang melakukan akad jual-beli itu,
harus telah akil baligh dan berakal. Apabila orang yang berakal itu masih
mumayyiz, maka akad jual-beli itu tidak sah, sekalipun mendapat izin dari
walinya.
Ø Orang
yang melakukan akad itu, adalah orang yang berbeda. Maksudnya, seseorang tidak
dapat bertindak sebagai pembeli dan penjual dalam waktu yang bersamaan.
b. Syarat
yang terkait dengan ijab dan Kabul
Apabila ijab dan Kabul telah diucapkan
dalam akad jual-beli, maka pemilikan barang dan uang telah berpindah tangan.
Adapun syarat ijab dan Kabul itu adalah
sebagai berikut:
Ø Orang
yang mengucapkannya telah akil baligh dan berakal (Jumhur Ulama ) atau telah
berakal (Ulama Mazhab Hanafi), sesuai dengan perbedaan mereka menentukan
syarat-syarat sepaerti telah dikemukakan di atas.
Ø Kabul
sesuai dengan ijab.
Ø Ijab
dan Kabul dilakukan dalam satu majlis.
c.
Syarat yang diperjualbelikan
Ø Barang
itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual menyatakan
kesanggupannya untuk menggandakan barang itu, pada saat diperlukan barang itu
sudah ada dan dapat dihadirkan pada tempat yang telah disepakati bersama.
Ø Dapat
dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
Ø Milik
seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang, tidak boleh
diperjualbelikan, seperti memperjual-belikan iakan dilaut, emas dalam tanah,
karena ikan dan emas itu belum dimiliki penjual.
Ø Dapat
diserahkan pada saat akad berlangsung, atau pada waktu yang telah disepakati
bersama ketika akad berlangsung.
d.
Syarat nilai tukar (harga barang)
Nilai tukar barang adalah termasuk unsur yang terpenting. Berkaitan dengan nilai tukar
ini, ulumu fiqih membedakan antara as-tsamm dan as-Si’r.
Menurut mereka, as-tsamm adalah harga pasar
yang berlaku ditengah-tengah masyarakat, sedangkan as-Si’r adalah modal barang
yang seharunya diterima para pedagang sebelum dijual kepada konsumen. Dengan
demikian, ada dua harga, yaitu harga antara sesama pedagang dan harga antara pedagang
dan konsumen (harga jual pasar ). Harga yang dapat dipermainkan para pedagang
adalah as-tsamn, bukan harga as-aSi’r.
Ulama fiqih mengemukakan syarat as-tsamn,sebagai
berikut:
Ø Harga
yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jamlahnya.
Ø Dapat
diserahkan pada saat waktu akad (transaksi), sekalipun secara hukum seperti
pembayaran dengan cek atau kartu kredit.
Ø Apabili
jual beli itu dilakukan secara barter maka barang yang dijadikan nilai tukar,
bukan barang yang diharamkan syara’seperti babi dan khamar karena kedua jenis
benda itu tidak bernilai dalam pandangan syara’.
D. Macam-macam Jual Beli
Jual
beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli
ada dua macam, jual beli yang sah menurut hokum dan batal menurut hukum, dari
segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli.
Ditinjau
dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan pendapat Imam
Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk.
1. Jual
beli benda yang kelihatan
Pada
waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada
didepan penjual dan pembeli.
2. Jual
beli yang disebutkan sifat-sifatnya
Jual
beli salam(pesanan), untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), salam pada
awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga
tertentu. Maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya
ditangguhkan dengan masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan
ketika akad.
3. Jual
beli benda yang tidak ada
Jual
beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau masih
gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang
titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.
Jual
beli yang dilarang dan hukumnya adalah sebagai berikut :
a. Barang
yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi,berhala, bangkai, dan
khamar.
b. Jual
beli sperma(mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina
agar dapat memperoleh keturunan.
c. Jual
beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.
d. Jual
beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun, maksud
muhaqalah disini ialah menjual tanaman-tanaman yang masih diladang atau sawah.
Hal ini dilarang agama sebab ada persangkaan riba didalamnya.
e. Jual
beli dengan munabbadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar,seperti seorang
berkata “lemparkan kepadaku apa yamg ada padamu, nanti kulemparkan pula padamu
apa yamg ada padaku.
E. Khiyar Dalam Jual Beli
Dalam jual beli, menurut agama islam
dibolehkan memilih, apakah akan meneruskan jual beli atau akan membatalkannya.
Karena terjadi oleh sesuatu hal, khiar dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a.
Khiar majelis,artinya antara penjual dan
pembeli boleh memilih akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya, selama
keduannya masih ada dalam satu tempat (majelis).
b.
Khiar syarat, yaitu penjualan yang
didalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh penjual maupun pembeli, seperti orang
berkata, “saya jual rumah ini seharga 100 juta dengan syarat khiar-selama tiga
hari.
c.
Khiar aib,atinya dalam jual beli ini
diisyaratkan kesempurnaan benda-benda yang dibel, seperti orang berkata,”saya
beli mobil itu seharga sekian, bila mobil itu cacat akan saya kembalikan.
F. Unsur Kelalain Dalam Jual Beli
Dalam jual beli bisa saja terjadi
kelalaian, baik dari pihak penjual maupun dari pihak pembeli, baik pada saat
terjadi akad, maupun sesudahnya. Menurut ulama fiqih, bentuk kelalaian dalam
jual beli diantaranya.
a.
Barang yang dijual itu, bukan milik
penjual (barang titipan, jaminan hutang ditangan penjual, barang curian).
b.
Sesiai perjanjian, barang tersebut harus
diserahkan pembeli pada waktu tertentu, tetapi ternyata barang tidak diantarkan
dan tidak tepat waktu.
c.
Barang tersebut rusak sebelum sampai ke
tangan pembeli.
d.
Barang tersebut tidak sesuai dengan
contoh yang telah disepakati. Dalam kasus-kasus seperti ini, risikonya adalah
ganti rugi dari pihak yang lalai.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam kehidupan bermasyarakat
kita tidak bisa lepas dari aktifitas menjual ataupun membeli. Jual beli ialah
suatu perjanjian tukar-menukar benda
atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak,
yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati. Jual
beli memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar jual beli tersebut bisa
dikatakan sah. Jual beli dapat dibedakan dalam beberapa macam yaitu ditinjau
dari segi hukumnya , dari segi obyek jual beli maupun dari segi pelaku akad.
Dalam jual beli juga berlaku khiyar yaitu dibolehkan memilih , apakah akan
meneruskan jual beli atau akan membatalkannya. Agar tiak ada pihak yang
dirugikan dalam pelaksanaan jual beli.
DAFTAR
PUSTAKA
M. hasan ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam,
Jakarta, PT. Raja Grafindo Prasada, 2003
Ghofur Abdul, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Jakarta, UGM UNIVERSITY
press, 2010
Hendi Suhendi,Fiqih Mu’amalah, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2005
http://fiqih-pangeran377.blogspot.com/2011/03/jual-beli-dan-macam-macamnya.html#!/2011/03/jual-beli-dan-macam-macamnya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar